Rabu kemarin saya datang ke kantor terlampau siang karena harus mengurus beberapa kerjaan di luar. Kira-kira pukul 12:00 saya berada tepat di perempatan Soekarno-Hatta, sialnya Bandung hari itu tidak sedang bersahabat. Mataharinya begitu panas, panasnya sampai menusuk bagian kulit padahal sudah terlindung oleh jaket, masker dan sarung tangan tapi tetap saja. Benar-benar memancing emosi apalagi harus berjemur selama 200detik sampai lampu hijau menyala. Sungguh, ini adalah sin yang tidak saya harapkan di hari itu. Panas, polusi dan himpitan kendaraan harus menjadi teman saya saat itu. Sabar sabar.
Detik-detik terakhir dilampu merah semua kendaraan memposisikan diri untuk memilih jalan mana yang akan diambil. Beberapa diantara kendaraan yang berjubel itu ada juga yang baru menyalakan mesinnya mungkin sengaja dimatikan agar mengurangi polusi atau bisa jadi menghemat bensin selama 3 menit 20 detik, lumayan. Setelah lampu hijau menyala deretan kendaraan melaju secara bersamaan. Saya memilih jalan lurus yaitu ke arah Ciwastra karena jalan itu akses terdekat menuju kantor. Saya memposisikan kecepatan di 40 Km/jam kurang lebih 10 menit dari tempat sebelumnya saya pun sampai di Jl. Logam ( jalan terakhir menuju kantor). Semua tubuh saya mengeluarkan keringat, terutama bagian wajah saya yang tertutup masker semakin memancing keringat untuk bercucuran dari beberapa titik seperti: dahi, pelipis dan philtrum. Nampaknya saya mandi keringat hari itu. Iyuuuhhh.. :p
Back to the topic, sepanjang jalan logam panasnya tidak terlalu menyorot, mungkin karena samping kanan-kiri jalan masih ada beberapa pohon yang tumbuh jadi menutupi jalan yang terpancar panasnya matahari. Untuk sampai ke kantor saya menghabiskan waktu 7 menit menyusuri Jl. Logam yang berkelok-kelok dan cukup panjang.
Ilustrasi Foto: Internet |
Dan disinilah saya mendapatkan (lagi) pembelajaran hidup. Dari seorang bapak tua yang mengayuh sepedanya yang juga tua. Pakaiannya sedikit lusuh dan alas kaki yang dia pakai adalah sepasang sendal jepit yang warna talinya tidak terdefinisi apakah itu berwarna hijau atau coklat.
Saya melihatnya di jembatan tol persimpangan desa cipagalo (masih jalan logam).
Yang membuat saya tercengang dan ingin terus memperhatikannya adalah sebuah beban yang ia taruh di jok belakang sepedanya. Sebuah karung hijau yang beberapa sisinya berlubang dan besarnya bukan kepalang, melebihi badan bapak tua itu. Saya semakin penasaran dengan isi karungnya sepertinya tumpukan botol bekas yang sengaja ia kemas untuk ia jual di tempat penampungan, tapi itu masih praduga.
Sebelumnya ia lebih depan di banding saya, tapi jarak kami tidak terlalu jauh. Lambat laun laju motor saya mengalahkan laju sepedanya sampai pada akhirnya saya menyusul di depannya. Lalu saya berfikir untuk melihatnya lewat kaca spion motor, karena saya penasaran melihat wajahnya. Saya mengatur letak spion kiri agar wajah bapak tersebut bisa terlihat. Setelah itu saya melambatkan laju motor saya, saya perhatikan grak-griknya yang piawai mengayuh sepeda tua itu. Lama-lama saya perhatikan nampak jelas raut wajah lelah yang amat hebat dan bajunya basah di beberapa bagian ketiak dan dada. Saat jalan menanjak, ia turun dari sepedanya dan mulai mendorongnnya sambil tergopoh-gopoh. Lalu ia berhenti sejenak di tepian jalan, untuk mengambil beberapa barang yang jatuh dari lubang karung besar itu. Sepintas saya lihat botol minuman bekas yang di pungut kembali oleh bapak tua itu, ia mencoba memasukannya lagi ke dalam karung. Ternyata dugaan saya benar, karung itu berisi botol bekas. Setelah selesai, ia membenarkan posisi karung itu dan mengencangkan tali pengikatnya, lalu ia melanjutkan perjalanannya.
Setelah terus menerus memperhatikannya, jiwa melankolis ini mendominasi diri saya. Saya berbisik dalam hati,
"Hidup ini memang keras. Lihat perjuangan bapak seperti ini, saya kalah pak. Bapak tidak mengeluh walaupun harus mengayuh sepeda yang jalannya menanjak di tengah panasnya siang ditambah lagi dengan karung sebesar yang sudah pasti begitu berat. Bapak terus mengayuh walaupun sesekali bapak berhenti, tapi bukan untuk berleha-leha. Melainkan mengubah posisi usaha bapak agar sepeda ini bisa terus melaju. Coba bapak lihat saya, saya pakai motor dan tidak butuh tenaga banyak untuk membuat kendaraan ini bergerak sekalipun di tumpangi beban yang sama seperti yang bapak bawa cukup menancap gas dan duduk nyaman. Tapi saya masih mengeluh hanya karena panas. Sungguh saya malu dengan bapak. Terus berjuang ya pak, saya yakin hasil usaha bapak ini tidak akan sia-sia. Saya yakin Allah SWT akan melimpahkan rahmat-Nya bagi orang yang tulus, ikhlas dan bekerja keras. "
:"(
Di akhir tepian jembatan bayangan bapak tua itu semakin terlihat samar lalu menghilang.
Komentar
Posting Komentar