Tiba tiba saja saya teringat mengenai kejadian di minggu pagi itu. Hari itu saya berinisiatif untuk memugarkan kembali jasmani saya kebetulan juga cuaca di hari itu cukup baik untuk berolahraga. Saya coba mengajak mamah untuk ikut, untungnya mamah tidak menolak justru ia bersemangat sekali menerima ajakan saya ini. Ingin refreshing, katanya.
Kami pun bergegas pergi agar tidak kesiangan. Sepanjang jalan saya meminta mamah untuk menentukan lokasi yang pas buat olahraga. Lalu, mamah bilang ia ingin olahraga di seputaran gedung sate saja lantaran tempatnya tidak terlalu jauh dan tidak tersorot sinar matahari (maklum, orang tua.*eh*).
Tempat yang di pilih mamah ini sebetulnya kurang pas karena setiap hari minggu dari pagi sampai siang tempat ini memang kerap di padati ribuan manusia yang berjalan-jalan bagaimana tidak tempatnya berdekatan dengan pasar kaget. Malah saking banyaknya kini para pedagang sudah mulai memadati area pagar gedung sate. Faktanya mau menuju arena olahraga pun harus menyusuri stan stan pedagang yang ramai dikelilingi pejalan kaki. Alhasil, jalanan pun padat dan sesak, langkah kaki saya terpendat karena jalannya yang begitu sempit dilalui arus jalan dua arah jadi mau tidak mau harus bersabar.
Sungguh sabaaaaaarrrrrrrr.....*
Fhyuuuhhh.
Dua kaki melangkah lalu diam~ lalu lancar ~ lalu diam. diam.diam... mungkin ada sampai 2 menit saya diam di tempat dan tidak jalan.
Ketika saya langkah saya berhenti, saya diposisikan pada satu titik dimana pandangan saya terfokus pada seseorang yang tepat berada di samping kanan saya. Mamah tetap berada di belakang sambil mendekap bahu saya. Dan ini realita yang pertama mengenai seorang Ibu. Mata saya tertuju padanya. Seorang wanita yang begitu semangat memasarkan dagangannya sesekali dia pun mengencangkan pita suaranya dan berseru "Ibu, Ibu,, Panci, Teko, Sendok, Garpu, Sagala Ayaa...Sok Mangga....Mirah-Mirah" teriaknya pakai logat sunda yang artinya : Ibu Ibu panci teko sendok garpu segala ada, silahkan murah murah!. Wanita setengah baya itu begitu bersemangat terlihat dari gerak tubuhnya, wajahnya yang berekspresi dan suaranya yang lantang sangat mewakili bahwa ia sangat ingin dagangannya laris manis.
Saya begitu salut melihat usahanya yang begitu keras itu kalau direnungkan demi menyambung hidup ia rela berteriak-teriak tanpa memikirkan pita suaranya terputus, tak peduli bila nanti kulitnya menghitam karena terus tersorot oleh teriknya matahari juga mengacuhkan pengapnya menghirup asap kendaraan yang lewat padahal kan asap kendaran bermotor itu sumber radikal bebas.
Lalu saya menengok ke arah belakang, saya lihat wajah mamah lalu kembali memperhatikan wanita tua itu.
Ia masih berdiri sambil memegang salah satu panci, keringatnya pun bercucuran membasahi kedua pelipisnya. Sesekali ia mengusap keringatnya itu dengan jilbab yang tergerai di dadanya. Wajahnya masih di baluti dengan pengharapan agar barang-barang yang dibawanya itu tidaklah sia-sia. Paling tidak panci yang sedang ia genggam akan ada yang menawar dan membelinya.
Sungguh haru saya melihat fenomena seperti itu. Saya berfikir jika yang berada di posisi seperti itu adalah Ibu saya sendiri, mamah yang sudah melahirkan saya. Apakah saya sanggup melihatnya? Sulit di bayangkan. Tidak ingin itu terjadi.
Dan bagaimana pula jika hal itu terjadi pada Saya sendiri?.
Mungkin saya akan menyerah....
.
Berselang beberapa menit jalan pun kembali lancar, pandangan saya pun semakin jauh dan membelakangi ibu luar biasa itu.
Kini, saya hanya bisa merenung dengan semua yang saya dapatkan dan saya sangat yakin bahwa saat ini hidup yang saya jalani lebih baik darinya. Pertama, untuk menyambung hidup saya tidak perlu bersusah payah berteriak kesana kemari memasarkan dagangan. Kedua, untuk mencari sesuap nasi, saya tidak perlu bekerja di bawah terik matahari hanya cukup duduk manis di depan komputer dan bekerja. Dan ketiga, saya tidak menghirup asap kendaraan agar mendapatkan beberapa lembar uang.
Hari itu membuat saya belajar satu hal untuk selalu bersyukur dan berhenti mengeluh. Karena apapun yang kita dapatkan tentu sangatlah baik. Tidak perlu merasa kurang karena yang masih kurang dari kita pun sangat banyak.Yang perlu kita lakukan adalah terus berusaha untuk memperjuangkan hidup dan bersyukurlah.....:)
Dan untuk Ibu, saya semakin sadar bahwa perjuangan seorang ibu untuk anak-anaknya tiada batas tak mengenal itu lelah dan letih semua demi kehidupan anak dan keluarganya....
Komentar
Posting Komentar